Pengertian dan Hukum Upah
Upah menurut bahasa berarti
uang/harta yang dibayarkan sebagai imbalan jasa atau tenaga yang dikeluarkan
untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah yaitu jenis akad atau
perjanjian untuk mengambil manfaat dari jasa seseorang dengan penggantian atau
imbalan tertentu (berupa uang atau harta).
Hukum asal menerima upah adalah
mubah, artinya, seseorang tidak wajib mengambil upah pada setiap jasa atau
tenaga yang dikeluarkan. Namun menjadi wajib bilamana upah itu di akad, seperti
upah kuli, gaji pegawai, upah menyusui bayi dan sebagainya. Allah swt
berfirman:
Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka
berikanlah kepada mereka upahnya. (QS. Ath-Thalaq/65:6)
Nabi saw bersabda:
Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering. (HR. Ibnu Majah)
Rukun dan Syarat Upah
Di antara rukun dan syarat upah
adalah sebagai berikut:
a. Pengupah dan orang yang diupah, dengan syarat:
1.
Berakal.
2.
Baligh.
3.
Kehendak sendiri.
b.
Ijab dan qabul. Contoh: Pengupah mengatakan, “Saya upahi kamu untuk mengangkat barang ini dengan Rp5.000,-” (ijab). Yang diupah menjawab, “Saya terima upahnya”
(kabul).
c.
Bermanfaat, dengan syarat:
1.
Barang yang dikerjakan ada manfaatnya dengan jelas. Contoh:
membuat rumah dan sebagainya.
2.
Yang dikerjakan untuk hal yang mubah (boleh). Tidak sah
upah untuk tujuan maksiat seperti pembunuh dan lain-lain.
3.
Pekerjaan dapat dikerjakan. Tidak sah mengupahi orang
untuk menangkap binatang buas yang tidak dapat dikerjakan.
Beberapa jenis upah yang dibolehkan antara lain: memberi
upah kepada pengasuh, penjaga rumah, tukang dan lain-lain.
Hal-hal Yang Membatalkan Upah
Akad upah dapat batal karena
beberapa hal:
a.
Barang yang dikerjakan rusak, sehingga tidak bisa
dilanjutkan.
b.
Selesainya pekerjaan.
0 komentar:
Posting Komentar