Minggu, 19 April 2015

Mudharabah



Pengertian dan Hukum Mudharabah
Mudharabah menurut bahasa artinya bepergian untuk urusan dagang. Sedangkan menurut istilah adalah akad antara kedua belah pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk dijadikan modal usaha dengan sistem bagi hasil sesuai perjanjian. Mudharabah termasuk jenis perkongsian yang diperbolehkan.

Banyak sekali kita jumpai orang yang mempunyai kecakapan dan pengetahuan, tetapi mereka tidak mempunyai modal uang. Dan sebaliknya, tidak sedikit orang yang mempunyai uang tetapi keahliannya sangat minim. Islam menjembatani mereka dengan sistem kerja sama, sehingga terbangun hubunga saling menguntungkan, yang memiliki keahlian mendapatkan keuntungan dari modal orang lain, dan si kaya mendapat keuntungan dari keahlian orang lain.



Rukun Mudharabah
Rukun mudharabah terdiri dari:
       a.       Akad (ijab qabul).
       b.      Pemodal dan pengusaha (yang menjalankan modal)
       c.       Modal yang diserahkan.



Syarat-syarat Mudharabah
       a.       Modal berbentuk uang tunai.
       b.      Modal yang diberikan tidak dianggap sebagai hutang.
       c.       Mengetahui dengan jelas mana modal dan mana keuntungan yang akan dibagikan.
     d.      Ada sistem pembagian hasil yang jelas, seperti 50% : 50% atau 60% :60% dan seterusnya, bukan ditentukan jumlah nominal yang akan diterima.
      e.       Pemodal tidak membatasi pengusaha, misalnya membatasi pada barang tertentu, atau disuatu desa tertentu.
       f.        Pengusaha tidak berkewajiban menjamin, kecuali dengan sengaja. Seandainya terjadi kerugian tanpa disengaja, maka ia tidak berkewajiban mengganti kerugian.


Contoh Mudharabah:
Si Ahmad merencanakan untuk berdagang sayuran di suatu komplek perumahan. Untuk memulai usahanya, Ahmad meminjam uang pada BPR syariah sebanyak Rp1.000.000,00 dengan perjanjian bagi hasil, yaitu Ahmad memperoleh keuntungan sebayak 70% dan BPR mendapat sharing keuntungan 30%, dengan masa pengembalian pinjaman sebulan.

Setelah menyisihkan uang modalnya, pada hari pertama Ahmad memperoleh keuntungan bersih sebanyak Rp50.000,00. Pada minggu pertama, Ahmad telah mengumpulkan keuntungan bersih sebanyak Rp300.000,00. Setiap minggu Ahmad menyetor uangnya pada BPR melalui tabungan mudharabah. Pada akhir bulan keuntungan bersih yang diperoleh Ahmad sebayak Rp1.200.000,00. Setelah pembagian hasil keuntungan dengan BPR, Ahmad mendapatkan Rp840.000,00 (70%) dan BPR mendapat keuntungan Rp360.000,00 (30%). Tepat pada saat jatuh tempo, Ahmad mengembalikan pinjaman Rp1.000.000,00 beserta keuntungan BPR sebesar Rp360.000,00. Pada bulan kedua, Ahmad meneruskan pinjamannya dengan pola yang sama. Pada bulan ketiga, Ahmad tidak perlu lagi meminjam uang bank untuk modal usaha selanjutnya, karena Ahmad sudah mendapat keuntungan yang memadai untuk menjalankan usahanya.

0 komentar:

Posting Komentar