Pengertian dan Hukum Mudharabah
Mudharabah menurut bahasa
artinya bepergian untuk urusan dagang. Sedangkan menurut istilah adalah akad
antara kedua belah pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang
kepada pihak lainnya untuk dijadikan modal usaha dengan sistem bagi hasil
sesuai perjanjian. Mudharabah termasuk jenis perkongsian yang diperbolehkan.
Banyak sekali kita jumpai orang
yang mempunyai kecakapan dan pengetahuan, tetapi mereka tidak mempunyai modal
uang. Dan sebaliknya, tidak sedikit orang yang mempunyai uang tetapi
keahliannya sangat minim. Islam menjembatani mereka dengan sistem kerja sama,
sehingga terbangun hubunga saling menguntungkan, yang memiliki keahlian
mendapatkan keuntungan dari modal orang lain, dan si kaya mendapat keuntungan
dari keahlian orang lain.
Rukun Mudharabah
Rukun mudharabah terdiri dari:
a.
Akad (ijab qabul).
b.
Pemodal dan pengusaha (yang menjalankan modal)
c.
Modal yang diserahkan.
Syarat-syarat Mudharabah
a.
Modal berbentuk uang tunai.
b.
Modal yang diberikan tidak dianggap sebagai hutang.
c.
Mengetahui dengan jelas mana modal dan mana keuntungan
yang akan dibagikan.
d.
Ada sistem pembagian hasil yang jelas, seperti 50% : 50%
atau 60% :60% dan seterusnya, bukan ditentukan jumlah nominal yang akan
diterima.
e.
Pemodal tidak membatasi pengusaha, misalnya membatasi
pada barang tertentu, atau disuatu desa tertentu.
f.
Pengusaha tidak berkewajiban menjamin, kecuali dengan
sengaja. Seandainya terjadi kerugian tanpa disengaja, maka ia tidak
berkewajiban mengganti kerugian.
Contoh Mudharabah:
Si Ahmad merencanakan untuk
berdagang sayuran di suatu komplek perumahan. Untuk memulai usahanya, Ahmad
meminjam uang pada BPR syariah sebanyak Rp1.000.000,00 dengan perjanjian bagi
hasil, yaitu Ahmad memperoleh keuntungan sebayak 70% dan BPR mendapat sharing keuntungan 30%, dengan masa
pengembalian pinjaman sebulan.
Setelah menyisihkan uang
modalnya, pada hari pertama Ahmad memperoleh keuntungan bersih sebanyak
Rp50.000,00. Pada minggu pertama, Ahmad telah mengumpulkan keuntungan bersih
sebanyak Rp300.000,00. Setiap minggu Ahmad menyetor uangnya pada BPR melalui
tabungan mudharabah. Pada akhir bulan keuntungan bersih yang diperoleh Ahmad
sebayak Rp1.200.000,00. Setelah pembagian hasil keuntungan dengan BPR, Ahmad
mendapatkan Rp840.000,00 (70%) dan BPR mendapat keuntungan Rp360.000,00 (30%).
Tepat pada saat jatuh tempo, Ahmad mengembalikan pinjaman Rp1.000.000,00
beserta keuntungan BPR sebesar Rp360.000,00. Pada bulan kedua, Ahmad meneruskan
pinjamannya dengan pola yang sama. Pada bulan ketiga, Ahmad tidak perlu lagi
meminjam uang bank untuk modal usaha selanjutnya, karena Ahmad sudah mendapat
keuntungan yang memadai untuk menjalankan usahanya.