Jumat, 27 Maret 2015

Gadai


Pengertian dan Hukum Gadai
Gadai ialah meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan (jaminan). Gadai hukumnya mubah, berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.

Allah swt berfirman:
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menuaikan amanatnya (hutangnya) dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah/2:283)

Rasulullah saw bersabda:
Rasulullah saw pernah membeli makanan dari orang yahudi secara tidak tunai lalu beliau menggadaikan baju besinya. (HR. Bukhari)



Ketentuan Gadai
Berikut beberapa ketentuan gadai baik terkait dengan pelaku maupun barang yang digadaikan:
1.      Yang melakukan harus berakal sehat.
2.      Agunan (barang jaminan) harus ada pada saat transaksi.
3.      Agunan dipegang oleh yang menerima gadaian atau wakilnya.
4.      Pada agunan ada dua hal yang perlu diketahui:
-         Jika agunannya benda mati seperti pesawat tv, kendaraan dan lain-lain, maka pemegang gadai tidak boleh mengambil manfaatnya, karena tergolong penambaha atas piutang, sama dengan riba.
-   Apabila agunaya berupa binatang sepertis sapi, maka pemegang gadai boleh mengambil manfaatnya sebagai kompensasi memberi makan binatang tersebut. Rasulullah saw bersabda:
Binatang perah yang dijadikan agunan boleh diperah susunya sebagai kompensasi biaya (perawatan), binatang tunggang yang dijadikan agunan boleh ditunggangi sebagai kompensasi biaya (perawatan). Bagi yang menunggang dan memerah tadi wajib menanggung perawatannya. (HR. Abu Daud)
5.      Anak hewan gadaian, adalah milik yang menggadaikan dan harus menanggung semua biayanya.
6.     Agunan tetap di tangan yang menghutangkan sehingga orang yang berhutang membayar hutangnya.

7.    Jika masa gadainya telah habis dan belum bisa melunasi hutangnya, maka barang agunan boleh di jual. Jika hasil penjualan barang agunan tidak mencukupi hutangnya, maka pihak penghutang wajib menambahkan kekurangannya. Demikian juga bila lebih, maka pihak yang menghutangkan wajib mengembalikan sisanya.


Hutang Piutang



Pengertian Hutang Piutang
Hutang menurut bahasa berarti sesuatu yang dipinjam dari orang lain dan wajib mengembalikannya. Jadi piutang berarti sesuatu yang dipinjamkan kepada orang lain.

Sedangkan hutang piutang menurut istilah ialah memberikan sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian membayar sama dengan yang diberikan. Misalnya menghutang Rp1.000.000,00 dibayar Rp1.000.000,00 tanpa penambahan atau pengurangan.
Hutang piutang dalam Islam dibenarkan, karena di dalamnya terdapat unsur tolong menolong dalam kebaikan. Firman Allah swt:

Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al-maidah/5:2)

Hukum orang yang berhutang adalah mubah sedangkan hukum orang yag memberikan hutang adalah sunnah. Akan tetapi bisa menjadi wajib, apabila orang tersebut sangat membutuhkan, seperti karena kelaparan atau ingin menebus obat untuk orang sakit dan sebagainya.

Sabda Rasulullah saw:
Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya. (HR. Ahmad)



Ketentuan Hutang Piutang
Islam mengajarkan kepada umatnya agar berhati-hati dalam masalah hutang piutang yaitu dengan menyertakan tanda terima, catatan atau kwitansi yang menyebutkan siapa yang memberikan hutang, nama yang berhutang, besarnya hutang, tanggal pengembaliannya dan alamat yang berhutang.

Ketentuan hutang piutang terdapat dalam Al Qur’an Surat al-Baqarah 282. Allah swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah/2:282)


Beberapa ketentuan hutang piutang yaitu:
1.      Hutang piutang hendaknya ditulis dengan baik dan benar dan kalau perlu dibubuhi tanda tangan dan stempel.
2.      Notulis jangan enggan atau bosan menulis pinjama hutang, baik dalam jumlah besar maupun kecil.
3.      Yang berhutang membacakan apa yang ditulis atau dibacakan oleh walinya yang jujur.
4.      Yang berhutang tidak boleh mengurangi hutangnya sedikitpun.
5.      Disaksikan 2 laki-laki atau 1 orang laki-laki dan 2 orang wanita atau 4 orang wanita.
6.      Hendaknya antara saksi dengan notulis saling memudahkan.
7.      Tidak boleh menunda-nunda pembayaran, kecuali karena udzur syar’i. Rasulullah saw bersabda:
Menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang mampu boleh diberikan sanksi dan diceritakan. (HR. Bukhari)

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa yang berhutang tidak boleh mengurangi hutangnya sedikitpun. Lalu bagaimana jika yang berhutang melebihkan bayarannya tanpa disyaratkan sebelumnya? Yang demikian itu bukan riba dan merupakan kebaikan pihak yang berhutang. 

Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang menunaikan hutangnya dengan cara yang lebih baik. (HR. Bukhari)


Sedangkan penambahan pada hutang karena sudah dijanjikan sebelumnya, maka hukumnya haram, karena yang demikian itu termasuk riba.

Jumat, 06 Maret 2015

Muamalah : Jual Beli


Pengertian Jual Beli
Jual beli terdiri dari dua kata yaitu jual dan beli, yaitu interaksi antara penjual dan pembeli.
Jual beli menurut bahasa berarti pertukaran. Sedangkan menurut istilah ialah pertukaran harta atas dasar saling rela dengan cara dan syarat tertentu. Penjual tidak dapat memaksa pembeli, demikian juga sebaliknya.

Jual beli pada dasarnya hukumnya boleh (mubah) kecuali ada alasan-alasan lain.
Firman Allah swt:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. (QS. An-Nisa/4:29)

Allah telah membolehkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah/2:275)

Hukum jual beli ada empat, yaitu:
1.      Mubah (boleh), adalah hukum dasar jual beli.
2.      Sunah, seperti jual beli orang yang sangat membutuhkan.
3.      Wajib, bila keadaan memaksa seperti harta anak yatim apabila keadaan terpaksa atau orang yang bangkrut.
4.      Haram, seperti jual beli secara ijon dan jual beli barang haram.



Ketentuan Jual Beli
Setiap orang wajib mengetahui ketentuan-ketentuan jual beli. Ini dimaksudkan agar jual beli berjalan sah dan terhindar dari tindakan yang tidak dibenarkan.
Dalam satu riwayat, bahwa Umar ra berkeliling di pasar dan beliau memukul sebagian pedagang dengan tongkat dan berkata.
Tidak boleh ada yag berjualan di pasar kami ini kecuali mereka yang memahami hukum. Jika tidak, maka sadar atau tidak sadar berarti ia memakan riba.

Sabda Rasulullah saw:
Barangsiapa dagingnya tumbuh (berasal) dari barang haram, maka neraka lebih pantas baginya. (HR. Tirmidzi)

Rukun Jual Beli
       a.       Penjual.
       b.      Pembeli.
       c.       Harga.
       d.      Barang.
       e.       Ijab-kabul.

Syarat Sah Jual Beli
a.       Syarat penjual dan pembeli.
-         Aqil (berakal sehat), maka orang gila, ayan dan mabuk tidak sah melakukan transaksi jual beli.
-         Baligh (cukup umur), maka anak kecil tidak sah berjual beli, kecuali sudah mumayyiz, maka diperbolehkan dengan ketentuan nilai barangnya tidak besar.
b.      Syarat barang yang diperjualbelikan
-         Suci, barang najis tidak sah diperjualbelikan seperti bangkai, anjing, babi dan lain sebagainya.
-         Bermanfaat.
-         Diketahui kadar, jenis, sifat dan harganya.
-         Milik sendiri atau milik orang lain yang dikuasakan.
Dalam hal ini Nabi saw bersabda:
Tidak sah jual beli kecuali barang itu miliknya. (HR. Abu Daud)
        c.       Bentuk Ijab-Qabul
-         Lisan, misalnya dengan mengatakan, “Saya menjual... dengan harga... tunai” atau “saya membeli... dengan harga... tunai”.
-         Tulisan, seperti label harga pada barang yang diperjualbelikandan disetujui kedua belah pihak.
-         Isyarat, yaitu bagi orang yang tidak sempurna panca inderanya.

Namun demikian, meskipun telah memenuhi ketentuan syarat dan rukun, ada beberapa praktek jul beli haram yang harus dihindari, antara lain:
1.      Membeli dengan tujuan menimbun barang agar orang lain tidak kebagian atau untuk dijual dengan harga yang sangat mahal.
2.      Menghadang penjual di suatu tempat sebelum penjual mengetahui harga pasar.
3.      Jual beli barang untuk tujuan maksiat.
4.      Jual beli yang mengandung unsur penipuan.
5.      Jual beli harta/barang rampasan perang sebelum dibagi.
6.      Menjual anggur untuk membuat minuman keras.
7.      Menjual senjata untuk kejahatan.
8.      Jual beli barang yang bercampur dengan barang haram.
9.      Jual beli dengan banyak bersumpah apalagi disertai dusta.
10.  Jual beli di dalam masjid.
11.  Jual beli setelah masuk waktu (adzan) shalat jumat.



Jual Beli yang Tidak Sah
Jual beli yang tidak sah antara lain sebagai berikut:
1.      Membeli barang yang sudah dibeli orang lain atau sedang ditawar orang lain.
2.      Jual beli sistem ijon, yaitu membeli hasil tanaman sebelum masak untuk di ambil sesudah masak.
3.      Jual beli binatang ternak yang masih di dalam perut induknya.
4.      Menjual barang bukan miliknya, kecuali dikuasakan kepadanya.



Khiyar Dalam Jual Beli
Pengertian dan Hukum Khiyar
Khiyar menurut bahasa berarti memilih. Sedangkan menurut istilah ialah hak memilih bagi pembeli atau penjual untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli. Maksud diadakannya khiyar agar pembeli dapat memikirkan kebaikan barang yang akan dibeli supaya tidak ada rasa penyesalan.
Khiyar hukumnya mubah atau boleh selama tidak dijadikan alasan untuk menipu, berdusta atau lain-lain.


Macam-macam Khiyar
a.       Khiyar Majlis
Khiyar Majlis adalah hak memilih antara meneruskan atau membatalkan akad jual beli pada tempat berlangsungnya jual beli. Maka apabila telah berpisah, khiyar tidak berlaku lagi.
Rasulullah saw bersabda:
Dua orang yang mengadakan jual beli boleh melakukan khiyar, selama keduanya belum berpisah (dari tempat akad) (HR. Bukhari dan Muslim)

b.      Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah hak memilih antara meneruskan atau membatalkan akad jual beli dengan syarat tertentu. Seperti pembeli berkata, “Saya mau membeli mobilmu setelah saya coba terlebih dahulu.” Masa berlakunya khiyar syarat selama 3 (tiga) hari dan jika sudah lewat maka khiyar syarat batal. Rasulullh saw bersabda:
Bila melakukan transaksi jual beli, maka katakanlah ‘jangan ada penipuan’, kemudia engkau boleh melakukan khiyar pada setiap barang yang di beli selama tiga malam. Jika berkena, maka pertahanka, jika tidak berkenan, maka kembalikan kepada pemiliknya. (HR. Abu Daud)

c.      Khiyar ‘Aib
Khiyar ‘aib maksudnya adalah hak memilih antara meneruskan atau membatalkan akad jual beli karena ada cacat asli pada barang sejak semula dari penjual. Rasulullah saw bersabda:

Seorang laki-laki membeli hamba sahaya, lalu dipekerjakannya, kemudia ditemukan padanya ada cacat, maka hamba itu dikembalikan pada penjualnya. Adapun hasil kerjanya milik pembeli, karena seandainya hamba sahaya itu binasa, maka yang binasa tentu harta pembeli. (HR. Tirmidzi)

Hal-hal Yang Menanggalkan Iman : Riddah (Murtad)


Pengertian dan Hukum Riddah
Riddah menurut bahasa berarti kembali, yaitu kembali kepada kekafiran. Sedangkan menurut istilah riddah ialah kembali kepada agama yang dianutnya sebelum Islam (keluar dari agama Islam) yang dilakukan secara sadar dan atas kehendak sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Orang yang melakukan perbuatan tersebut disebut murtad.

Hukum riddah termasuk dosa besar yang dapat menghapus semua amal kebaikan. Allah swt berfirman:
Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah/2:217)



Sebab-sebab Riddah
Ada dua faktor yang menyebabkan orang menjadi murtad, yaitu:

Faktor Intern
Faktor intern yaitu faktor yang datang dari diri sendiri seperti tidak mau belajar, tidak mendengarkan nasihat-nasihat dari ulama atau kiyai. Karena hal tersebut, perbuatannya cenderung kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah serta lalai terhadap perintah Allah swt sehingga imannya semakin rapuh dan mudah tergoda oleh bujukan dan rayuan manusia dan syetan, yang pada akhirnya keluar dari agama Islam (murtad).

Faktor Ekstern
Faktor ekstern yaitu pengaruh yang datang dari luar, misalnya karena pernikahan, jabatan, harta benda, teman dan sebagainya. Syariat Islam melarang pemeluknya menikah dengan orang musyrik. Allah swt berfirman:
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya laki-laki budak yang mukmin lebih baik dari laki-laki musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah/2:221)



Contoh-contoh Riddah
Berikut adalah contoh-contoh riddah, antara lain:
1.   Mengingkari ajaran agama seperti mengingkari keesaan Allah, adanya malaikat dan mengingkari kewajiban zakat.
2.      Menghalalkan yang haram seperti menghalalkan zina, riba dan babi.
3.      Mengharamkan yang halal seperti mengharamkan makan nasi.
4.      Mencaci maki para nabi dan rasul.
5.      Mencaci maki agama Islam seperti Al Qur’an dan Sunah.
6.      Mengaku bahwa wahyu Allah turun kepadanya atau sebagai nabi palsu.
7.      Mencampakkan Al Qur’an dan hadits sebagai penghinaan.
8.      Meremehkan nama, perintah, larangan dan janji Allah swt.


Bahaya Riddah
Berikut bahaya riddah, antara lain:
1.      Terhapus semua amalnya di dunia dan di akhirat (QS. 2:217).
2.      Berhak diperangi, sesuai sabda Rasulullah saw :
Barangsiapa mengganti agamanya (dari Islam) maka perangi. (HR. Bukhari)
3.      Putusnya hubungan pernikahan.
4.    Tidak mewarisi harta peninggalan kerabat muslim.
5.   Tidak mempunyai hak kewalian kepada orang Islam, termasuk putrinya.


Cara Menjauhi Perbuatan Riddah
Perbuatan riddah dapat dijauhi dengan cara sebagai berikut:
1.     Senantiasa mempelajari, memahami, meyakini dan mengamalkan Islam dalam kehidupan sehari-hari.
2.   Menjauhi pergaulan atau teman yang berakhlak buruk, seperti suka mabuk-mabukan, mengganggu, berkelahi.
3.     Berusaha memantapkan keimanan dan keislaman seperti bersedekah, berzakat, dan taat menjalankan ibadadan puasah seperti shalat .

4.      Berusaha menjauhi tempat-tempat maksiat seperti diskotik, tempat pelacuran, dan sebagainya.